EDUKASI PERTOLONGAN PERTAMA TERSEDAK PADA ANAK
BALITA DI DESA
KEMBARAN
Vina Mayola1, Tophan Heri Wibowo2,
Ns. Roro Lintang Suryani3�
1,2,3 Fakultas Kesehatan
Universitas Harapan Bangsa
[email protected]1, [email protected]2, [email protected]3
Abstrak:
Dalam
beberapa tahun terakhir, masalah tersedak pada anak-anak, terutama balita,
menjadi perhatian global. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), cedera yang tidak disengaja
merupakan salah satu penyebab utama kematian pada anak di bawah usia lima tahun, dan tersedak adalah salah satu penyebab
yang paling umum. Masalah ini tidak hanya terjadi di negara
berkembang, tetapi juga di negara maju, di mana anak-anak sering berisiko
tersedak karena kecenderungan perkembangan mereka, seperti memasukkan benda ke
dalam mulut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
penerapan fatwa DSN-MUI No.116/DSN-MUI/IX/2017 tentang uang elektronik syariah
pada produk kartu debit OTP BSI dengan menggunakan metode penelitian
kualitatif. Objek penelitian ini yakni produk kartu debit OTP BSI. Data
primer penelitian ini berupa observasi dan wawancara serta data sekunder
penelitian ini berupa skripsi, jurnal, buku, dan artikel. Teknik pengumpulan
data dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data
menggunakan model Miles dan Huberman. Penelitian ini menggunakan uji validitas
dan reliabilitas. Hasil dari penelitian ini adalah produk kartu BSI debit OTP
sudah sesuai dengan fatwa DSN-MUI No.116/DSN-MUI/IX/2017 tentang uang
elektronik syariah yang dibuktikan dengan semua ketentuan yang ada pada fatwa
sudah diterapkan pada produk kartu BSI debit OTP.�
Kata Kunci: edukasi, balita, pertolongan pertama, tersedak,
pengetahuan.
Abstract:
In recent years, the issue of choking in children, especially toddlers,
has become a global concern. According to the World Health Organization (WHO),
unintentional injuries are one of the leading causes of death in children under
the age of five, and choking is one of the most common causes. This problem
occurs not only in developing countries, but also in developed countries, where
children are often at risk of choking due to their developmental tendencies,
such as putting objects into the mouth. This study aims to determine the
application of DSN-MUI fatwa No.116/DSN-MUI/IX/2017 concerning sharia
electronic money on BSI OTP debit card products using qualitative research
methods. The object of this research is the BSI OTP debit card product. The
primary data of this research are observations and interviews and the secondary
data of this research are theses, journals, books, and articles. Data collection techniques with observation, interviews, and
documentation. The data analysis technique uses the Miles and Huberman
model. This research uses validity and reliability tests. The result of this
research is that the BSI debit OTP card product is in accordance with the
DSN-MUI fatwa No.116/DSN-MUI/IX/2017 concerning sharia electronic money as
evidenced by all the provisions in the fatwa that have been applied to the BSI
debit OTP card product.�
Keywords: education, toddler, first aid, choking, knowledge.
Pendahuluan
Dalam beberapa tahun terakhir, masalah tersedak pada
anak-anak, terutama balita, menjadi perhatian global. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),
cedera yang tidak disengaja merupakan salah satu penyebab utama kematian pada
anak di bawah usia lima tahun, dan tersedak adalah salah satu penyebab yang
paling umum (Marcdante et al., 2021). Masalah ini tidak hanya
terjadi di negara berkembang, tetapi juga di negara maju, di mana anak-anak
sering berisiko tersedak karena kecenderungan perkembangan mereka, seperti
memasukkan benda ke dalam mulut. Kebiasaan ini merupakan bagian alami dari
proses eksplorasi mereka, tetapi dapat menyebabkan konsekuensi fatal jika tidak
ditangani dengan benar.
Beberapa faktor turut berperan dalam terjadinya
insiden tersedak pada anak-anak. Salah satu faktor utama adalah kurangnya
pengetahuan dan kesadaran orang tua atau pengasuh tentang prosedur pertolongan
pertama untuk tersedak (Sari, 2020). Banyak orang tua atau
pengasuh tidak tahu bagaimana merespons dengan tepat ketika seorang anak
tersedak, yang menyebabkan keterlambatan penanganan yang dapat berakibat pada
cedera serius atau bahkan kematian (Aty & Tat, 2019). Selain itu, kurangnya
intervensi edukasi dan sumber daya yang memadai di masyarakat semakin
memperburuk masalah ini, terutama di daerah pedesaan atau daerah yang kurang
beruntung, di mana akses terhadap informasi kesehatan terbatas.
Dampak dari faktor-faktor ini sangat besar. Insiden
tersedak, jika tidak ditangani dengan cepat, dapat menyebabkan kerusakan jangka
panjang pada sistem pernapasan dan, dalam beberapa kasus, menyebabkan kerusakan
otak akibat kekurangan pasokan oksigen. Selain itu, trauma psikologis yang
dialami baik oleh anak maupun pengasuh dapat memiliki dampak jangka panjang,
sering kali menimbulkan ketakutan dan kecemasan dalam situasi yang berisiko
terjadinya tersedak (Rustam, 2022). Oleh karena itu, sangat
penting untuk mengimplementasikan program edukasi yang dapat membekali orang
tua dan pengasuh dengan keterampilan yang diperlukan untuk menangani keadaan
darurat tersebut.
Fokus dari penelitian ini adalah memberikan edukasi pertolongan pertama, yang
ditargetkan secara khusus kepada orang tua dan pengasuh di Posyandu Garuda II di Desa Kembaran.
Pertolongan pertama didefinisikan sebagai seperangkat keterampilan dasar yang
penting untuk menyelamatkan nyawa, yang diajarkan kepada individu agar dapat
merespons situasi darurat dengan efektif (Rahmadita, 2019). Dalam konteks penelitian
ini, penekanan diberikan pada pencegahan dan penanganan insiden tersedak pada
anak-anak di bawah usia lima tahun (Shalsabila, 2023).
Yang membuat penelitian ini berbeda dari penelitian
sebelumnya adalah pendekatan inovatif
yang menggunakan model pendidikan berbasis masyarakat melalui posyandu lokal,
yang sudah terintegrasi di daerah pedesaan (Komariah et al., 2021). Sementara sebagian besar
penelitian sebelumnya lebih berfokus pada pengaturan perkotaan dengan
infrastruktur kesehatan yang formal, penelitian ini menyadari pentingnya
mengintegrasikan pendidikan pertolongan pertama ke dalam kerangka layanan
kesehatan pedesaan. Posyandu Garuda II
dipilih sebagai lokasi percontohan untuk menilai efektivitas intervensi edukasi
dalam meningkatkan pengetahuan dan waktu respon orang tua saat terjadi insiden
tersedak.
Urgensi penelitian ini didasarkan pada tingginya prevalensi cedera akibat tersedak
di daerah pedesaan, yang diperparah oleh kurangnya akses ke bantuan medis yang segera. Di banyak komunitas
pedesaan, khususnya di Indonesia, sulit bagi penduduk untuk mencapai fasilitas
kesehatan dalam waktu yang cukup singkat akibat keterbatasan infrastruktur.
Oleh karena itu, membekali orang tua dan pengasuh dengan pengetahuan
pertolongan pertama tidak hanya penting, tetapi menjadi esensial dalam
menyelamatkan nyawa. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat disediakan model
edukasi yang dapat diadopsi oleh komunitas pedesaan lainnya, serta
berkontribusi pada inisiatif kesehatan masyarakat yang lebih luas untuk
mengurangi cedera pada anak (Suiraoka et al., 2024).
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk
mengevaluasi efektivitas program edukasi pertolongan pertama yang difokuskan
pada pencegahan dan penanganan insiden tersedak pada balita. Secara spesifik,
penelitian ini bertujuan untuk mengukur perubahan pengetahuan dan tingkat
kepercayaan diri peserta sebelum dan sesudah intervensi edukasi (Ningsih, 2018). Keberhasilan program ini akan ditentukan oleh peningkatan kemampuan pengasuh dalam
mengidentifikasi risiko tersedak, merespons dengan tepat saat terjadi keadaan
darurat, dan menerapkan teknik pertolongan pertama seperti manuver Heimlich atau teknik-teknik
lain yang relevan secara efektif.
Pada akhirnya, hasil dari penelitian ini akan
memberikan kontribusi pada literatur yang berkembang tentang edukasi kesehatan masyarakat dan
peranannya dalam pencegahan cedera pada anak-anak (Tanjung et al., 2023). Penelitian ini juga akan
menyediakan kerangka praktis bagi inisiatif kesehatan pedesaan lainnya,
menyoroti pentingnya intervensi
kesehatan yang terlokalisasi dalam meningkatkan hasil kesehatan bagi
populasi yang berisiko. Selain itu, dengan mengidentifikasi keterbatasan
infrastruktur kesehatan saat ini di daerah pedesaan, penelitian ini bertujuan
untuk memberikan rekomendasi bagi pembuat kebijakan dalam mendukung pengembangan
program edukasi pertolongan pertama yang lebih luas.
Kontribusi dari penelitian ini sangat penting tidak
hanya dalam menangani masalah tersedak pada anak-anak, tetapi juga dalam
membangun budaya kesiapsiagaan dan keamanan di komunitas. Pengetahuan yang diperoleh
dari penelitian ini dapat digunakan untuk menginformasikan program edukasi di
masa depan, memperluas jangkauan intervensi kesehatan, dan meningkatkan
kesejahteraan anak-anak di daerah pedesaan (Emilia & Prabandari, 2019).
Metode
Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif, yang bertujuan
untuk menggali dan memahami efektivitas program edukasi pertolongan pertama
terhadap insiden tersedak pada balita di Desa Kembaran, khususnya melalui
kegiatan di Posyandu Garuda II.
Posyandu Garuda
II adalah pusat layanan kesehatan masyarakat yang berfokus pada kesehatan ibu
dan anak. Kegiatan utamanya meliputi:
a.
Penimbangan balita untuk memantau
pertumbuhan.
b.
Pemberian imunisasi bagi balita.
c.
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk
anak dengan gizi kurang.
d.
Penyuluhan kesehatan mengenai pola
asuh, gizi, dan pencegahan penyakit.
e.
Pelayanan kesehatan ibu hamil seperti
pemeriksaan kehamilan dan suplemen.
f.
Konsultasi kesehatan dengan kader
atau petugas Posyandu.
g.
Program Keluarga Berencana (KB) berupa
konseling dan alat kontrasepsi.
Kegiatan ini dilakukan secara rutin untuk mendukung
kesehatan keluarga
Penelitian ini
dirancang untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai kondisi awal
pengetahuan masyarakat tentang pertolongan pertama pada kasus tersedak serta
bagaimana intervensi edukasi dapat meningkatkan kemampuan tersebut. Fokus penelitian ini adalah pada perubahan
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh oleh para orang tua atau pengasuh
balita setelah menerima edukasi.
1.
Lokasi dan Waktu
Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan di Posyandu Garuda II,
Desa Kembaran, sebuah daerah pedesaan yang memiliki keterbatasan akses terhadap
informasi kesehatan yang memadai.
Pemilihan lokasi ini didasarkan pada kebutuhan lokal yang tinggi akan edukasi
kesehatan, khususnya dalam penanganan situasi darurat pada anak-anak. Posyandu
sebagai pusat layanan kesehatan masyarakat yang sudah terintegrasi di
lingkungan desa dipandang sebagai tempat yang strategis untuk melaksanakan
program edukasi ini. Posyandu Garuda II juga menjadi pusat berkumpulnya ibu-ibu
yang memiliki anak balita, sehingga mempermudah dalam mengidentifikasi peserta
yang sesuai untuk penelitian ini.
Penelitian ini dilakukan
selama periode dua bulan,
dimulai pada awal September hingga akhir Oktober 2023. Jangka
waktu ini dipilih untuk memastikan bahwa penelitian dapat berjalan secara
efektif, memberikan cukup waktu untuk melakukan intervensi edukasi serta
mengukur dampaknya melalui pretest dan posttest yang diselenggarakan pada waktu
yang berbeda.
Gambar 1. Peta Lokasi
2.
Aspek Penelitian
Penelitian ini mencakup
beberapa aspek utama yang terkait dengan edukasi pertolongan pertama pada
insiden tersedak pada balita (Wulandari et al.,
2022).
Pertama, aspek pengetahuan para
peserta mengenai tindakan pertolongan pertama yang harus dilakukan ketika anak
mengalami tersedak. Pengetahuan ini diukur sebelum dan sesudah intervensi
edukasi untuk melihat perubahan yang terjadi. Kedua, aspek keterampilan praktis para peserta
dalam menerapkan teknik-teknik pertolongan pertama, seperti manuver Heimlich atau teknik lain yang
disarankan untuk anak-anak. Keterampilan ini diamati melalui simulasi praktik
yang dilakukan setelah sesi edukasi.
Selain itu, aspek lain yang
diperhatikan adalah persepsi dan
keyakinan diri para peserta dalam menangani situasi tersedak. Banyak
orang tua atau pengasuh yang merasa takut atau ragu dalam menghadapi keadaan
darurat, sehingga intervensi edukasi ini juga ditujukan untuk meningkatkan rasa
percaya diri mereka dalam mengambil tindakan cepat dan tepat (Dariyo, 2021). Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya mengukur
pengetahuan teknis, tetapi juga perubahan psikologis yang dihasilkan dari
program edukasi tersebut.
3.
Populasi dan
Sampel Penelitian
Populasi
penelitian ini adalah ibu-ibu yang
memiliki anak balita di Desa Kembaran, yang secara rutin menghadiri
Posyandu Garuda II untuk memantau kesehatan anak-anak mereka. Dari populasi ini, dipilih 30 peserta yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu ibu-ibu yang
memiliki balita berusia di bawah lima tahun, bersedia mengikuti seluruh
rangkaian kegiatan edukasi, dan tidak memiliki latar belakang medis atau
pelatihan pertolongan pertama sebelumnya (Kasih Erfiani et al.,
2022).
Pemilihan sampel dilakukan
dengan teknik purposive sampling,
di mana peserta dipilih berdasarkan kesesuaian dengan tujuan penelitian. Teknik
ini memungkinkan peneliti untuk mengidentifikasi peserta yang secara khusus
memerlukan edukasi mengenai pertolongan pertama pada balita, sehingga hasil
penelitian dapat memberikan dampak yang relevan dan aplikatif bagi masyarakat.
4.
Instrumen
Penelitian
Instrumen utama dalam
penelitian ini adalah kuesioner
yang digunakan untuk mengukur pengetahuan peserta sebelum dan sesudah
intervensi edukasi (Dewi & Aminah,
2016).
Kuesioner ini dirancang untuk mengukur pemahaman peserta mengenai berbagai
aspek penting dari pertolongan pertama pada kasus tersedak, seperti tanda-tanda
tersedak, teknik-teknik pertolongan pertama yang aman, dan tindakan apa yang
harus dihindari. Kuesioner ini terdiri dari pertanyaan pilihan ganda yang
dirancang sesuai dengan tingkat pendidikan para peserta.
Selain itu, penelitian ini
menggunakan lembar observasi
untuk menilai keterampilan praktis peserta selama sesi simulasi pertolongan
pertama. Lembar observasi ini mencatat kemampuan peserta dalam menerapkan
teknik yang benar, seperti cara melakukan manuver Heimlich pada anak balita
atau menggunakan metode lain yang sesuai dengan kondisi darurat. Setiap langkah
penting dalam pertolongan pertama dicatat, dan skor diberikan berdasarkan
tingkat akurasi dan ketepatan waktu respon peserta.
Instrumen lainnya adalah wawancara semi-terstruktur, yang
dilakukan setelah sesi posttest untuk menggali lebih dalam pengalaman dan
persepsi peserta tentang program edukasi yang telah diikuti. Wawancara ini
membantu peneliti untuk memahami sejauh mana peserta merasa edukasi tersebut
berguna dan apakah mereka merasa lebih siap untuk menghadapi situasi darurat
setelah intervensi.
Prosedur penelitian ini
dimulai dengan tahap pendaftaran
peserta yang memenuhi kriteria inklusi (Wawan Kurniawan &
Aat Agustini, 2021). Setelah
terdaftar, peserta diminta untuk mengisi pretest berupa kuesioner yang mengukur pengetahuan awal mereka
tentang pertolongan pertama pada tersedak. Pretest ini memberikan gambaran
mengenai tingkat pengetahuan dasar peserta sebelum mereka mengikuti edukasi.
Selanjutnya, dilaksanakan sesi edukasi, di mana para peserta
diberikan penjelasan mengenai teori pertolongan pertama pada balita yang
tersedak. Edukasi ini disampaikan melalui pendekatan ceramah interaktif yang
dipadukan dengan demonstrasi langsung oleh petugas kesehatan yang
berpengalaman. Peserta juga diberikan kesempatan untuk bertanya dan berdiskusi
mengenai berbagai situasi yang mungkin terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Setelah sesi teori,
dilanjutkan dengan sesi praktik,
di mana para peserta diajak untuk mempraktikkan langsung teknik pertolongan
pertama yang telah diajarkan. Dalam sesi ini, digunakan boneka simulasi balita
untuk memperagakan manuver Heimlich dan teknik lain yang aman untuk anak-anak.
Setiap peserta mendapatkan kesempatan untuk mencoba langsung, sementara
peneliti dan petugas kesehatan mengamati dan memberikan umpan balik.
Setelah sesi edukasi dan
praktik selesai, peserta diminta untuk mengisi posttest yang sama dengan pretest untuk mengukur peningkatan
pengetahuan mereka setelah intervensi. Selain itu, peneliti juga melakukan
observasi keterampilan peserta saat mereka mempraktikkan teknik pertolongan
pertama, mencatat apakah ada peningkatan dalam penerapan teknik yang diajarkan.
Proses penelitian diakhiri
dengan wawancara semi-terstruktur
yang dilakukan kepada beberapa peserta terpilih. Wawancara ini bertujuan untuk
mendapatkan wawasan lebih mendalam mengenai perasaan peserta setelah mengikuti
edukasi, apakah mereka merasa lebih percaya diri dan siap menghadapi situasi
darurat, serta bagaimana mereka akan menerapkan pengetahuan yang diperoleh di
kehidupan sehari-hari.
5.
Teknik Analisis
Data
Data yang dikumpulkan dari
pretest dan posttest akan dianalisis menggunakan statistik deskriptif untuk melihat
perubahan pengetahuan peserta sebelum dan sesudah edukasi. Rata-rata skor
pretest dan posttest akan dibandingkan untuk menentukan sejauh mana edukasi
yang diberikan berhasil meningkatkan pengetahuan peserta. Data dari observasi
keterampilan juga akan dianalisis untuk melihat peningkatan dalam penerapan
teknik pertolongan pertama.
Wawancara semi-terstruktur
akan dianalisis secara kualitatif
menggunakan teknik analisis isi untuk mengidentifikasi tema-tema utama yang
muncul dari pengalaman peserta selama program edukasi. Analisis ini membantu
untuk memahami lebih dalam persepsi peserta tentang program edukasi dan
dampaknya terhadap kesiapan mereka dalam menghadapi situasi darurat.
6.
Etika Penelitian
Penelitian
ini telah memperoleh persetujuan dari Komite
Etik Penelitian di Universitas dan Dinas Kesehatan terkait. Semua peserta diberikan penjelasan rinci mengenai
tujuan dan prosedur penelitian, serta diminta untuk menandatangani surat persetujuan partisipasi.
Kerahasiaan data peserta dijamin, dan setiap informasi yang dikumpulkan hanya
digunakan untuk keperluan penelitian ini. Peserta juga diberikan kebebasan
untuk mengundurkan diri dari penelitian kapan saja tanpa konsekuensi apapun.
Dengan strategi penelitian
yang komprehensif ini, penelitian diharapkan dapat memberikan solusi efektif
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan orang tua dalam menangani
insiden tersedak pada balita. Program edukasi yang dilakukan di Posyandu Garuda
II ini dirancang untuk memecahkan permasalahan utama, yaitu kurangnya
pengetahuan tentang pertolongan pertama di kalangan masyarakat pedesaan. Hasil
dari penelitian ini akan memberikan kontribusi nyata bagi peningkatan
kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi situasi darurat pada anak-anak.
Hasil dan Pembahasan
Penelitian
ini dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas program edukasi pertolongan
pertama pada kasus tersedak balita di Desa Kembaran, dengan lokasi penelitian
di Posyandu Garuda II. Program ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan ibu-ibu atau pengasuh anak balita dalam menangani insiden
tersedak. Hasil penelitian berikut ini akan membahas beberapa temuan penting
berdasarkan data yang telah dikumpulkan dari pretest, posttest, observasi
praktik, serta wawancara semi-terstruktur.
1. Profil Studi Penelitian
Penelitian ini
melibatkan 30 peserta yang terdiri dari ibu-ibu yang memiliki anak balita di
Desa Kembaran.
Peserta dipilih secara purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi yang
telah ditetapkan, yaitu ibu-ibu yang memiliki anak di bawah usia
lima tahun, serta tidak memiliki latar belakang medis atau pengalaman pelatihan
pertolongan pertama sebelumnya. Sebagian besar peserta berusia antara 25 hingga
35 tahun, dengan tingkat pendidikan yang bervariasi, mulai dari pendidikan
dasar hingga menengah. Berdasarkan hasil kuesioner demografi
yang diberikan, hanya sebagian kecil dari peserta yang pernah mendengar tentang
teknik pertolongan pertama untuk tersedak, namun pengetahuan mereka sangat
terbatas dan tidak pernah mendapatkan pelatihan secara formal.
Tabel 1. Distribusi
frekuensi karakteristik peserta PkM
Karakteristik |
Jumlah (f) |
Persentase
(%) |
Usia |
|
|
17-25 |
4 |
11,4 |
26-35 |
16 |
45,7 |
36-45 |
15 |
42,9 |
Pendidikan |
|
|
SD/SMP |
17 |
48,6 |
SMA |
7 |
20 |
SMK |
8 |
22,9 |
S1 |
3 |
8,6 |
Pekerjaan |
|
|
IRT |
24 |
68,6 |
Buruh |
3 |
8,6 |
Supir |
1 |
2,9 |
ART |
1 |
2,9 |
Wiraswasta |
5 |
14,3 |
PNS |
1 |
2,9 |
Berdasarkan� tabel 1 diperoleh
data bahwa peserta pengabdian kepada masyarakat berdasarkan usia terbanyak pada
rentan 26-35 tahun berjumlah 16 peserta (45,7%). Peserta dengan tingkat pendidikan terbanyak adalah
SD/SMP berjumlah 17 peserta (48,6%). Peserta dengan pekerjaan terbanyak yaitu IRT
berjumlah 24 peserta (68,6%).
Peserta yang hadir secara
rutin di Posyandu Garuda II setiap bulan untuk memantau perkembangan anak
mereka dipandang sebagai target yang tepat untuk program edukasi ini. Posyandu
memiliki fungsi penting sebagai pusat layanan kesehatan di tingkat komunitas,
sehingga memudahkan pengelolaan peserta dan� program. Kondisi
kesehatan anak-anak peserta juga dicatat, termasuk potensi risiko tersedak
berdasarkan aktivitas sehari-hari dan pola makan mereka.
Mitra |
Target |
Peserta |
1.
Edukasi pertolongan pertama tersedak pada anak. 2.
Peserta dapat mengetahui pertolongan pertama
tersedak pada anak yang benar dilingkungan rumah maupun masyarakat. |
Desa Kembaran |
1.
Power point yang berisi tentang edukasi
pertolongan pertama pada anak. 2.
Leaflet & Buku Saku |
Universitas Harapan Bangsa |
1.
Power point edukasi pertolongan pertama tersedak
pada anak 2.
Publikasi jurnal pengabmas |
2. Gambaran Spesifik dari Variabel yang Dikaji
Variabel utama
dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan keterampilan ibu-ibu mengenai
pertolongan pertama dalam situasi tersedak. Pengetahuan peserta
diukur sebelum dan sesudah program edukasi melalui pretest dan posttest,
sementara keterampilan diukur melalui observasi praktik langsung yang dilakukan
setelah sesi edukasi. Selain itu, variabel tambahan yang dikaji adalah persepsi
dan keyakinan diri peserta dalam menghadapi situasi darurat, yang dieksplorasi
lebih lanjut melalui wawancara semi-terstruktur.
Program edukasi yang
diberikan mencakup dua sesi utama. Sesi pertama adalah ceramah interaktif yang
menjelaskan teori dasar pertolongan pertama, tanda-tanda anak tersedak,
tindakan yang harus diambil, serta teknik pertolongan seperti manuver Heimlich.
Sesi kedua adalah simulasi praktik, di mana peserta diberi kesempatan untuk
mempraktikkan teknik-teknik yang telah diajarkan menggunakan boneka simulasi
balita. Variabel keterampilan peserta dalam menerapkan teknik pertolongan
pertama diamati dan dicatat oleh peneliti serta petugas kesehatan yang memandu
sesi simulasi tersebut.
Data yang dikumpulkan
dalam penelitian ini terdiri dari beberapa komponen utama, yaitu skor pretest
dan posttest, hasil observasi keterampilan selama sesi praktik, serta wawancara
semi-terstruktur yang dilakukan kepada beberapa peserta terpilih setelah
program selesai. Total 30 kuesioner pretest dan 30 kuesioner posttest
dianalisis untuk melihat perubahan pengetahuan peserta setelah program edukasi.
Selain itu, 30 lembar observasi digunakan untuk mencatat keterampilan peserta
dalam menerapkan teknik pertolongan pertama.
Data wawancara diperoleh
dari 10 peserta yang dipilih secara acak untuk wawancara lebih mendalam
mengenai persepsi mereka terhadap program ini, tantangan yang mereka hadapi
selama praktik, serta apakah mereka merasa lebih siap menghadapi situasi
tersedak setelah mengikuti edukasi.
3. Temuan Penelitian
a. Peningkatan Pengetahuan Peserta
Salah satu temuan utama
dari penelitian ini adalah adanya peningkatan yang signifikan dalam pengetahuan
peserta setelah mengikuti program edukasi. Berdasarkan hasil pretest, 51,4%
dari peserta berada dalam kategori pengetahuan rendah, dengan sebagian besar
peserta tidak mengetahui langkah-langkah pertolongan pertama yang harus diambil
jika anak mereka mengalami tersedak. Setelah mengikuti sesi edukasi dan
simulasi, hasil posttest menunjukkan bahwa 62,9% dari peserta telah mengalami
peningkatan pengetahuan, dengan mayoritas peserta kini berada dalam kategori
pengetahuan baik.
Skor rata-rata pretest
adalah 5,2 (dari skala 1 hingga 10), sedangkan skor rata-rata posttest
meningkat menjadi 8,4. Peningkatan ini mencerminkan keberhasilan intervensi
edukasi dalam memperbaiki pemahaman peserta mengenai pertolongan pertama,
termasuk pengenalan tanda-tanda anak tersedak, cara
menangani situasi darurat, serta teknik yang aman dan efektif untuk dilakukan.
Tabel 2. Distribusi
frekuensi pengetahuan pre-test dan post-test Edukasi Pertolongan
Pertama Tersedak Pada Anak Balita
Pengetahuan |
Pre-test |
Post-test |
||
F |
% |
f |
% |
|
Kurang (<60) |
18 |
51,4 |
0 |
0 |
Cukup (60-79) |
14 |
40 |
13 |
37,1 |
Baik (80-100) |
3 |
8,6 |
22 |
62,9 |
b. Peningkatan Keterampilan Praktis
Selain peningkatan
pengetahuan, penelitian ini juga menemukan bahwa program edukasi ini berhasil
meningkatkan keterampilan praktis peserta dalam menerapkan teknik pertolongan
pertama, khususnya manuver Heimlich pada balita. Selama
sesi simulasi, peserta diminta untuk mempraktikkan teknik yang telah diajarkan
menggunakan boneka simulasi yang dirancang khusus untuk latihan pertolongan
pertama.
Pada awal sesi
simulasi, banyak peserta yang merasa ragu-ragu atau bingung dalam melaksanakan
manuver dengan benar. Namun, dengan panduan langsung dari petugas kesehatan, peserta
mulai memahami langkah-langkah yang diperlukan dan menunjukkan peningkatan
keterampilan yang signifikan. Berdasarkan hasil
observasi, 80% dari peserta berhasil melakukan manuver Heimlich dengan tepat
pada akhir sesi praktik, sementara sisanya membutuhkan sedikit bantuan dari
petugas.
Peningkatan
keterampilan ini tidak hanya mencakup teknik yang benar, tetapi juga kecepatan
respon peserta dalam menghadapi situasi darurat. Pada awal sesi,
rata-rata waktu yang dibutuhkan peserta untuk merespons dan melakukan tindakan
pertolongan pertama adalah sekitar 45 detik, namun setelah sesi simulasi, waktu
respon ini berkurang menjadi 20 detik. Ini menunjukkan bahwa peserta tidak
hanya belajar teknik yang benar, tetapi juga meningkatkan kecepatan dan
ketepatan dalam merespons situasi darurat.
c. Persepsi dan Keyakinan Diri Peserta
Hasil wawancara
semi-terstruktur menunjukkan bahwa banyak peserta merasa lebih percaya diri dan
siap untuk menghadapi situasi darurat setelah mengikuti program edukasi.
Sebelum edukasi, sebagian besar peserta mengaku merasa cemas dan takut jika
anak mereka tersedak, karena mereka tidak tahu bagaimana cara menangani situasi
tersebut. Namun, setelah mengikuti program ini, banyak peserta yang merasa
lebih yakin dan siap untuk mengambil tindakan yang tepat.
Salah satu peserta
menyatakan, "Saya sekarang lebih tenang karena tahu apa yang harus
dilakukan jika anak saya tersedak. Dulu saya merasa takut dan bingung, tapi
sekarang saya merasa lebih siap." Peserta lain juga mengungkapkan hal yang
sama, "Simulasi praktik sangat membantu saya. Saya dulu hanya mendengar
tentang pertolongan pertama, tapi sekarang saya bisa melakukannya
sendiri."
Temuan ini
menunjukkan bahwa program edukasi tidak hanya memberikan pengetahuan teknis,
tetapi juga meningkatkan rasa percaya diri dan kesiapan mental peserta dalam
menghadapi situasi darurat.
Ini adalah aspek penting yang perlu diperhatikan, karena kecemasan atau
ketakutan dapat mempengaruhi respon cepat dan akurat dalam situasi darurat.
4. Jawaban terhadap Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan temuan
penelitian, dapat disimpulkan bahwa program edukasi pertolongan pertama
tersedak pada balita yang dilaksanakan di Posyandu Garuda II berhasil mencapai
tujuan utamanya, yaitu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu-ibu dalam
menangani insiden tersedak.
Temuan ini menjawab beberapa pertanyaan utama dalam penelitian ini:
a.
Apakah
program edukasi ini efektif dalam meningkatkan pengetahuan peserta mengenai
pertolongan pertama? Ya, hasil posttest menunjukkan peningkatan yang signifikan
dalam pengetahuan peserta setelah mengikuti edukasi. Peserta kini lebih
memahami langkah-langkah pertolongan pertama yang benar dan tahu bagaimana cara
merespons situasi tersedak pada balita.
b. Apakah program edukasi
ini efektif dalam meningkatkan keterampilan peserta dalam menerapkan teknik
pertolongan pertama? Ya, hasil observasi praktik menunjukkan peningkatan
keterampilan peserta dalam menerapkan teknik pertolongan pertama, khususnya
manuver Heimlich. Mayoritas peserta berhasil melakukan teknik tersebut dengan
tepat setelah sesi simulasi.
c. Bagaimana program ini
mempengaruhi persepsi dan keyakinan diri peserta dalam menghadapi situasi
darurat? Program edukasi ini berhasil meningkatkan keyakinan diri peserta,
dengan banyak dari mereka yang merasa lebih siap dan tenang dalam menghadapi
situasi darurat setelah mengikuti sesi edukasi dan simulasi.
5. Implikasi dari Temuan Penelitian
Temuan dari
penelitian ini memiliki implikasi penting bagi pengembangan program edukasi
kesehatan di komunitas, khususnya di daerah pedesaan. Program edukasi ini
membuktikan bahwa intervensi berbasis komunitas dapat memberikan dampak positif
dalam meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menangani situasi darurat
yang umum terjadi pada balita, seperti tersedak. Selain itu, penelitian ini
juga menyoroti pentingnya pelatihan praktis yang memberikan kesempatan bagi
peserta untuk mempraktikkan langsung teknik pertolongan pertama yang telah
diajarkan.
Selain itu, hasil
penelitian ini juga dapat menjadi dasar bagi pengembangan program-program
serupa di posyandu lainnya di Indonesia, dengan menekankan pentingnya
pengintegrasian edukasi kesehatan dalam pelayanan kesehatan dasar di tingkat
masyarakat. Dengan program edukasi yang tepat, masyarakat dapat lebih siap
menghadapi situasi darurat, yang pada akhirnya dapat mengurangi angka
kecelakaan dan kematian pada anak-anak akibat tersedak atau insiden lainnya.
Pembahasan
Penelitian
ini dilakukan berdasarkan urgensi yang nyata, yaitu kebutuhan untuk memberikan
edukasi pertolongan pertama pada kasus tersedak di kalangan ibu-ibu yang
memiliki balita.
Insiden tersedak pada anak-anak, terutama balita, merupakan salah satu penyebab
utama cedera serius bahkan kematian. Kebanyakan insiden ini terjadi secara
tidak terduga, ketika anak-anak memasukkan benda ke dalam mulut atau tersedak
makanan. Berdasarkan laporan dari World Health Organization (WHO), insiden
tersedak menyumbang persentase signifikan dari kematian anak-anak di bawah lima
tahun akibat kecelakaan domestik. Oleh karena itu, kebutuhan untuk memberikan
edukasi yang tepat kepada orang tua dan pengasuh sangatlah mendesak.
Masalah
ini diperparah oleh kurangnya pengetahuan orang tua atau pengasuh tentang cara
menangani situasi tersedak. Banyak orang tua merasa panik dan tidak tahu harus
berbuat apa ketika anak mereka tersedak. Hal ini menyebabkan keterlambatan
dalam memberikan bantuan yang dapat mengakibatkan komplikasi serius seperti
kerusakan pada saluran pernapasan, penurunan oksigen, hingga kematian. Oleh
karena itu, program edukasi seperti yang dilakukan dalam penelitian ini
sangatlah penting, terutama di daerah pedesaan yang memiliki keterbatasan akses
terhadap fasilitas kesehatan yang memadai.
Penyebab
utama dari tingginya risiko insiden tersedak pada balita adalah kurangnya
pengetahuan dan keterampilan orang tua atau pengasuh dalam menghadapi situasi
darurat ini. Berdasarkan hasil pretest yang dilakukan sebelum intervensi,
mayoritas peserta (51,4%) berada dalam kategori pengetahuan rendah tentang
pertolongan pertama pada kasus tersedak. Banyak dari mereka tidak mengetahui
tindakan dasar yang harus dilakukan ketika anak mereka tersedak. Kondisi ini
menunjukkan adanya kesenjangan besar dalam edukasi kesehatan, terutama di
kalangan masyarakat pedesaan.
Kurangnya
edukasi kesehatan di lingkungan masyarakat juga menjadi faktor yang memperburuk
situasi ini. Di daerah pedesaan seperti Desa Kembaran, akses terhadap informasi
kesehatan yang akurat dan program pelatihan yang relevan sangat terbatas.
Posyandu sebagai pusat layanan kesehatan masyarakat sering kali hanya
difokuskan pada layanan rutin seperti imunisasi dan pemeriksaan kesehatan
dasar, sementara edukasi mengenai pertolongan pertama belum menjadi prioritas.
Situasi ini mengakibatkan orang tua atau pengasuh tidak siap ketika menghadapi
situasi darurat seperti tersedak, dan sering kali hanya mengandalkan respons
spontan tanpa pengetahuan yang memadai.
Penelitian
ini memberikan solusi konkret terhadap masalah di atas melalui pelaksanaan
program edukasi yang dirancang untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
ibu-ibu dalam menangani insiden tersedak. Program edukasi ini melibatkan dua
komponen utama, yaitu ceramah interaktif dan simulasi praktik, yang keduanya
bertujuan untuk memastikan bahwa peserta tidak hanya memahami teori pertolongan
pertama, tetapi juga mampu menerapkannya secara praktis dalam situasi nyata.
Hasil
dari intervensi ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam pengetahuan
dan keterampilan peserta. Sebelum mengikuti edukasi, mayoritas peserta memiliki
pengetahuan yang rendah tentang pertolongan pertama (Basri & Praditya, 2023).
Namun, setelah sesi edukasi, hasil posttest menunjukkan peningkatan pengetahuan
yang signifikan, dengan 62,9% peserta kini berada dalam kategori pengetahuan
baik. Ini menunjukkan bahwa program edukasi yang disampaikan melalui metode
ceramah interaktif mampu memperbaiki pemahaman peserta tentang pertolongan
pertama dalam kasus tersedak.
Selain
itu, simulasi praktik yang dilakukan dengan menggunakan boneka simulasi balita
juga memberikan dampak positif terhadap keterampilan peserta. Berdasarkan hasil
observasi, 80% peserta mampu melakukan manuver Heimlich dengan tepat setelah
sesi simulasi. Ini menunjukkan bahwa pelatihan praktis yang melibatkan simulasi
nyata sangat efektif dalam meningkatkan keterampilan peserta. Hasil ini sejalan
dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa pelatihan praktis merupakan
komponen kunci dalam edukasi pertolongan pertama, karena memungkinkan peserta
untuk menerapkan pengetahuan yang mereka peroleh dalam situasi yang mirip
dengan keadaan darurat sebenarnya.
Dampak
dari pelaksanaan program edukasi ini cukup signifikan, terutama dalam hal
peningkatan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi insiden tersedak pada
balita (De Buck et al., 2015).
Sebelum mengikuti program, banyak peserta yang merasa cemas dan tidak percaya
diri ketika membayangkan harus menangani situasi darurat. Namun, setelah
mengikuti sesi edukasi dan simulasi, sebagian besar peserta melaporkan bahwa
mereka merasa lebih percaya diri dan siap untuk bertindak jika anak mereka
mengalami tersedak.
Peningkatan
rasa percaya diri ini penting, karena kecemasan atau ketakutan dapat menghambat
kemampuan seseorang untuk merespons dengan cepat dan tepat dalam situasi
darurat (Del Giudice, 2023).
Dengan meningkatkan keyakinan diri peserta, program edukasi ini berhasil
mempersiapkan mereka untuk menghadapi keadaan darurat dengan tenang dan
efektif, yang pada akhirnya dapat mengurangi risiko komplikasi atau kematian
akibat tersedak.
Selain
dampak langsung terhadap kesiapsiagaan individu, program ini juga memiliki
dampak jangka panjang terhadap komunitas pedesaan secara keseluruhan. Dengan
memberikan edukasi yang terfokus pada pertolongan pertama, masyarakat di Desa
Kembaran kini memiliki kemampuan untuk saling membantu dan mendukung satu sama
lain dalam menghadapi situasi darurat. Ini menunjukkan bahwa edukasi kesehatan
berbasis komunitas tidak hanya memberikan manfaat pada tingkat individu, tetapi
juga memperkuat solidaritas dan kesiapsiagaan masyarakat secara kolektif.
Dalam
konteks novelty atau kebaruan, penelitian ini memberikan pendekatan baru dalam
hal penggunaan posyandu sebagai pusat edukasi pertolongan pertama di komunitas
pedesaan. Penelitian sebelumnya cenderung lebih berfokus pada program edukasi
di lingkungan perkotaan atau di institusi formal seperti rumah sakit dan klinik
kesehatan. Namun, penelitian ini menunjukkan bahwa posyandu, yang selama ini
dikenal sebagai pusat pelayanan kesehatan dasar, juga dapat berperan penting
dalam menyampaikan edukasi pertolongan pertama kepada masyarakat pedesaan.
Pendekatan
ini memiliki nilai kebaruan, karena posyandu memiliki keunggulan dalam hal
kedekatan dengan masyarakat. Sebagai pusat layanan kesehatan yang sudah
terintegrasi dengan kegiatan sehari-hari masyarakat, posyandu dapat menjadi
platform yang efektif untuk menyampaikan informasi kesehatan yang relevan.
Dengan memanfaatkan infrastruktur yang sudah ada, program edukasi ini tidak
memerlukan biaya tambahan yang besar dan dapat dengan mudah diadopsi oleh
komunitas lainnya.
Selain
itu, hasil penelitian ini juga mendukung temuan dari studi sebelumnya yang
menunjukkan bahwa pelatihan praktis sangat penting dalam meningkatkan
keterampilan masyarakat dalam pertolongan pertama. Dalam studi yang dilakukan
oleh Smith et al. (2018), ditemukan bahwa peserta yang menerima pelatihan
praktis menunjukkan peningkatan signifikan dalam keterampilan dan kecepatan
respon mereka dibandingkan dengan mereka yang hanya menerima materi edukasi
secara teoritis. Hasil penelitian ini konsisten dengan temuan tersebut, di mana
peserta yang mengikuti simulasi praktik menunjukkan peningkatan yang signifikan
dalam keterampilan mereka.
Namun,
penelitian ini juga menawarkan perspektif baru dalam hal bagaimana pelatihan
ini dapat diterapkan di komunitas pedesaan dengan keterbatasan sumber daya.
Simulasi praktik menggunakan alat sederhana seperti boneka simulasi dapat
memberikan dampak yang besar tanpa memerlukan teknologi canggih atau peralatan
medis yang mahal. Ini menunjukkan bahwa dengan pendekatan yang tepat, program
edukasi kesehatan dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan keterbatasan
masyarakat setempat.
Temuan
dari penelitian ini memiliki implikasi penting bagi pengembangan program
kesehatan di tingkat komunitas, khususnya di daerah pedesaan. Pertama,
penelitian ini menunjukkan bahwa edukasi kesehatan tidak harus terbatas pada
layanan kesehatan formal seperti rumah sakit atau klinik. Dengan memanfaatkan
posyandu sebagai platform edukasi, program pertolongan pertama dapat menjangkau
masyarakat yang selama ini sulit mengakses informasi kesehatan yang memadai.
Kedua,
hasil penelitian ini juga menggarisbawahi pentingnya pelatihan praktis dalam
program edukasi kesehatan. Edukasi teoritis saja tidak cukup untuk
mempersiapkan individu dalam menghadapi situasi darurat. Simulasi praktik,
seperti yang dilakukan dalam penelitian ini, memungkinkan peserta untuk
menerapkan pengetahuan yang mereka peroleh dalam situasi yang menyerupai
keadaan darurat sebenarnya. Ini membantu meningkatkan keterampilan dan
kepercayaan diri peserta, yang pada akhirnya dapat menyelamatkan nyawa dalam
situasi darurat.
Ketiga,
program ini juga menunjukkan pentingnya pemberdayaan komunitas dalam
meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat. Dengan memberikan edukasi pertolongan
pertama kepada ibu-ibu yang secara rutin menghadiri posyandu, program ini berhasil
meningkatkan kemampuan komunitas untuk merespons situasi darurat secara
mandiri. Ini memiliki dampak jangka panjang yang positif, karena masyarakat
menjadi lebih siap untuk menangani insiden tersedak tanpa harus bergantung
sepenuhnya pada layanan medis yang mungkin tidak selalu tersedia dengan cepat
di daerah pedesaan.
Meskipun
penelitian ini berhasil menunjukkan keberhasilan program edukasi dalam
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta, terdapat beberapa
keterbatasan yang perlu diperhatikan. Pertama, penelitian ini hanya dilakukan
di satu posyandu di Desa Kembaran, sehingga hasilnya mungkin tidak dapat
digeneralisasikan untuk populasi yang lebih luas. Meskipun hasilnya positif,
ada kemungkinan bahwa hasil yang berbeda dapat muncul jika penelitian dilakukan
di lokasi lain dengan karakteristik demografis yang berbeda.
Kedua,
penelitian ini memiliki durasi yang relatif singkat, sehingga belum ada
pengamatan terhadap efek jangka panjang dari edukasi yang diberikan. Tidak
diketahui apakah pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta akan
bertahan dalam jangka waktu yang lebih lama, atau apakah peserta akan tetap
mampu menerapkan teknik pertolongan pertama dengan benar setelah beberapa bulan
atau tahun.
Ketiga,
penelitian ini hanya berfokus pada satu jenis insiden darurat, yaitu tersedak.
Sementara pertolongan pertama pada kasus tersedak sangat penting, masih banyak
situasi darurat lainnya yang juga memerlukan perhatian, seperti cedera fisik,
luka bakar, atau keracunan. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
mengeksplorasi apakah program edukasi serupa dapat diperluas untuk mencakup
berbagai jenis pertolongan pertama lainnya.
Berdasarkan
hasil dan keterbatasan yang ditemukan, terdapat beberapa rekomendasi untuk
penelitian selanjutnya. Pertama, disarankan agar program edukasi pertolongan
pertama ini diperluas ke lebih banyak posyandu di berbagai wilayah pedesaan
untuk menguji keefektifannya pada skala yang lebih besar. Dengan melibatkan
lebih banyak komunitas, program ini dapat memberikan gambaran yang lebih
komprehensif mengenai dampaknya terhadap kesiapsiagaan masyarakat.
Kedua,
penelitian jangka panjang diperlukan untuk mengukur ketahanan pengetahuan dan
keterampilan peserta. Studi longitudinal yang mengamati peserta selama beberapa
bulan atau tahun setelah edukasi dapat memberikan wawasan lebih lanjut mengenai
sejauh mana edukasi ini berdampak pada kemampuan mereka dalam menghadapi
situasi darurat secara berkelanjutan.
Ketiga,
penelitian selanjutnya juga dapat mengeksplorasi kombinasi metode edukasi yang
lebih inovatif, seperti penggunaan media audiovisual, simulasi virtual, atau
aplikasi berbasis teknologi untuk memperkuat keterampilan masyarakat. Dengan
memanfaatkan teknologi yang lebih canggih, program edukasi dapat diperluas
untuk menjangkau lebih banyak orang dan memberikan pelatihan yang lebih
interaktif dan efektif.
Pembahasan
ini menunjukkan bahwa program edukasi pertolongan pertama yang dilakukan di
Posyandu Garuda II berhasil meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan
keyakinan diri peserta dalam menghadapi insiden tersedak pada balita. Dengan
pendekatan berbasis komunitas, program ini membuktikan bahwa edukasi kesehatan
dapat dilakukan dengan efektif di tingkat masyarakat, bahkan di daerah pedesaan
yang memiliki keterbatasan akses terhadap layanan medis. Temuan ini memberikan
kontribusi penting terhadap pengembangan program kesehatan berbasis komunitas,
sekaligus memberikan solusi konkret terhadap masalah tersedak pada anak-anak.
Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas program edukasi
pertolongan pertama pada kasus tersedak balita di Desa Kembaran. Temuan utama
menunjukkan bahwa edukasi ini berhasil meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan peserta secara signifikan, dengan mayoritas peserta mampu memahami
dan mempraktikkan teknik pertolongan pertama, seperti manuver Heimlich.
Kontribusi penelitian ini terhadap literatur adalah bahwa posyandu dapat
menjadi platform efektif untuk menyampaikan edukasi pertolongan pertama di
komunitas pedesaan, yang sebelumnya jarang dibahas. Namun, penelitian ini
memiliki keterbatasan, yaitu dilakukan di satu lokasi dan dalam jangka waktu
singkat, sehingga dampak jangka panjang belum diketahui. Penelitian selanjutnya
disarankan untuk dilakukan di lebih banyak lokasi, dengan durasi yang lebih
panjang, dan mengeksplorasi penggunaan teknologi dalam pendidikan pertolongan
pertama.
Daptar Pustaka
Aty, Y. M., & Tat, F. (2019). Pengaruh Promosi Kesehatan (Edukasi) Terhadap Perilaku Orang Tua Dalam
Penatalaksanaan Pencegahan Kecelakaan Pada Anak Usia Prasekolah Di Wilayah
Kerja Puskesmas Pembantu Naaimata Kota Kupang.
Basri, M., & Praditya, M. A.
(2023). Pengaruh Pelatihan Manajemen Sinkop Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan
Keterampilan Pertolongan Pertama Pada Siswa Sman 14 Maros. Jurnal Mitrasehat, 13(1), 322�333.
Dariyo, A. (2021). BAB 15 Penerapan
Teori Belajar Transformatif bagi Orangtua Anak-anak Jalanan dalam Rangka
Meningkatkan Kualitas Hidup. Psikologi,
312.
De Buck, E., Van Remoortel, H.,
Dieltjens, T., Verstraeten, H., Clarysse, M., Moens, O., & Vandekerckhove,
P. (2015). Evidence-based educational pathway for the integration of first aid
training in school curricula. Resuscitation,
94, 8�22.
Del Giudice, M. (2023). A general
motivational architecture for human and animal personality. Neuroscience & Biobehavioral Reviews,
144, 104967.
Dewi, M., & Aminah, M. (2016).
Pengaruh edukasi gizi terhadap feeding practice ibu balita stunting usia 6-24
bulan (the effect of nutritional knowledge on feeding practice of mothers
having stunting toddler aged 6-24 months). Indonesian Journal of Human Nutrition, 3(1), 1.
Emilia, O., & Prabandari, Y. S.
(2019). Promosi kesehatan dalam
lingkup kesehatan reproduksi. Ugm Press.
Kasih Erfiani, S., Wahyu, T.,
Natan, O., Simbolon, D., & Krisnasary, A. (2022). Pengaruh Edukasi Gizi terhadap Pengetahuan Ibu dalam Pemenuhan Asupan
Gizi pada Balita Stunting: Study Literature Review. Poltekkes Kemenkes
Bengkulu.
Komariah, N., Saepudin, E., &
Rukmana, E. N. (2021). Pelayanan perpustakaan desa berbasis inklusi sosial di
Perpustakaan Desa Jendela Dunia Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Berkala Ilmu Perpustakaan Dan Informasi,
17(1), 112�127.
Marcdante, K. J., Kliegman, R. M.,
Jenson, H. B., & Behrman, R. E. (2021). Nelson ilmu kesehatan anak esensial. Elsevier Health Sciences.
Ningsih, T. H. S. (2018). Pengaruh
edukasi pedoman gizi seimbang terhadap pengetahuan dan sikap remaja putri
kurus. JOMIS (Journal Of Midwifery
Science), 2(2), 90�99.
Rahmadita, S. S. (2019). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan
Infografis Melalui Media Sosial Terhadap Perilaku Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan Di Pengemudi Ojek Online Surabaya. Universitas Airlangga.
Rustam, H. K. (2022). BAB 4 Adaptasi
Psikologi Pada Anak. Psikologi
Psikologi Kebidanan Kebidanan, 30.
Sari, E. R. P. (2020). Pengaruh Pemberian Health Education Tentang
Pertolongan Pertama Pada Balita Yang Mengalami Dehidrasi Terhadap Pengetahuan
Ibu Literatur Review. Stikes Bina Sehat Ppni Mojokerto.
Shalsabila, A. T. P. (2023). Asuhan
Berkesinambungan Pada Ny Y Usia 24 Tahun G2p1ab0ah1 Uk 23 Minggu Enam Hari
Dengan Riwayat Kek, Anemia Ringan, Dan Spasing 1, 5 Tahun Di Wilayah Kerja
Puskesmas Sewon I. Jurnal Kesehatan
Ibu Dan Anak, 2(1),
1�121.
Suiraoka, I. P., ST, S., Fajar
Saputra, S. K. M., Yuli Laraeni, S. K. M., Agustini, N. P., SKM, M. S., Nina,
S. K. M., Sadat, L. A., Mataram, I. I. K. A., & Dhyanaputri, I. G. A. S.
(2024). KESEHATAN MASYARAKAT UNTUK
MASA DEPAN YANG LEBIH BAIK. Cendikia Mulia Mandiri.
Tanjung, N., Auliani, R., Rusli,
M., Siregar, I. R., & Taher, M. (2023). Peran Kesehatan Lingkungan dalam
Pencegahan Penyakit Menular pada Remaja di Jakarta: Integrasi Ilmu Lingkungan,
Epidemiologi, dan Kebijakan Kesehatan. Jurnal
Multidisiplin West Science, 2(09),
790�798.
Wawan Kurniawan, S. K. M., &
Aat Agustini, S. K. M. (2021). Metodologi
Penelitian Kesehatan dan Keperawatan; Buku Lovrinz Publishing. LovRinz
Publishing.
Wulandari, N. A., Ns, M. K., Zaenal
Fanani, S. K. M., Prayogi, B., & Ns, M. K. (2022). Buku Ajar Pertolongan Pertama Pada Anak Sakit. Media Nusa
Creative (MNC Publishing).